Loading...
[FIKSI]
Spesial
Oleh : Salma Humaira
            Hari-hari kulewati begini saja. Terkekang dalam sebuah kandang yang sempit sekali. Semua berawal ketika pengasuhku mengalihkan hak asuhnya akan diriku pada sebuah keluarga di kota kembang. Kupikir, aku akan diperlakukan dengan istimewa atau paling tidak aku diperlakukan sama seperti yang lainnya. Tapi ini? Ah, sedih juga apabila kumengingatnya. Sudahlah, tak ada gunanya aku menyesali sesuatu yang telah terjadi. Lagipula, siapa aku? Hidupnya sebatang kara. Masih diberi makan walau dalam jeruji besi pun alhamdulillah. Pokoknya aku harus bisa menikmati sisa-sisa hidupku ini.
            Keluarga ini bukanlah keluarga kaya raya ataupun miskin sejagat raya. Keluarga ini hanyalah keluarga biasa dengan perabotan yang sederhana. Biar begitu, mereka terlihat bahagia selalu. Aku hanya di keluarkan dari kerangkengku tatkala mereka ingin memegang tubuhku. Aku selalu memberontak. Tak kubiarkan mereka menyentuh sedikit pun tubuhku, segala daya upaya selalu kukerahkan tuk melindungi diri dari mereka. Bahkan beberapa orang di antara mereka pernah ada yang terluka karena ulahku.
            Detik pun silih berganti, tak terasa telah seminggu aku bernaung di rumah ini. Pernah sekali waktu aku bertemu dengan seseorang yang perawakannya mirip denganku. Aku bahagia! Kupikir ia bisa menjadi teman baikku. Ternyata dugaanku salah. Setiap kali mereka berpapasan denganku, mereka selalu memasang wajah garang layaknya harimau yang ingin menerkamku.
Aku kembali menantang mereka juga! Aku bukan pecundang, kok, aku pemberani! Sepertinya mereka benar-benar ingin berkelahi denganku. Namun, manakala aku hendak bergulat dengan salah satu mereka. Selalu saja ada yang menengahi kami. Dan akhirnya, selalu saja aku yang dikurung dalam kerangkeng kecil. Sedangkan mereka? Dibiarkan begitu saja. Bebas riang gembira. Tidak adil!
Aku hanya diperbolehkan keluar kerangkeng di malam hari. Dan saat itu, pintu rumah tertutup rapat. Aku tak bisa keluar apalagi kabur. Rasa-rasanya aku tak bisa melihat tanaman hijau lagi. Menyedihkan.
Lama-kelamaan, aku iba pada mereka yang selalu memberiku makan tapi tak pernah kuperbolehkan ‘tuk mengelus tubuh hitam manisku ini. Akhirnya, aku mulai membuka diri dan menerima nasib. Membiarkan tubuhku diperlakukan seperti apa pun oleh mereka. Benar saja, mereka memeluk tubuhku sepuasnya. Guratan wajahnya pun melukiskan semburat kegembiraan. Tapi, satu kali menyentuh tubuhku tak cukup dan tak akan pernah cukup bagi mereka. Seringkali aku dikeluarkan sebentar dari kerangkengku hanya untuk dielus ataupun dipeluk. Setelahnya? Dikurung lagi. Sungguh, setiap kali mereka selesai memeluk diriku selalu tergores rona kebahagiaan di wajah mereka. Mungkin itu pengaruh yang terjadi setelah mereka mendekap tubuhku yang super halus ini.
Kini, diriku telah merasa nyaman diperlakukan seperti itu. Aku pun tak mengerti mengapa. Entah mungkin karena memang kodrat diriku untuk menjadi bahan hiburan bagi mereka, atau mungkin karena diriku yang telah terbiasa. Entahlah, diriku mulai tak peduli.
            Hari ke hari makin membuatku menyadari bahwa aku ini spesial. Jelas terlihat dari makanan yang kumakan sehari-hari merupakan makanan mahal—bermerek—jikalau dibandingkan dengan makanan kucing lain. Mereka memang dibiarkan bebas berkeliaran di luar kerangkeng. Sedangkan aku dikurung dalam kandang berwarna ungu cerah karena mereka takut kehilangan diriku. (Bandung, 15/07/2013)


Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda
Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top