Loading...

Mahalnya Tradisi yang Harus Dibayar




Tradisi ini merupakan sebuah tradisi yang sudah tidak aneh lagi, tradisi ini tradisi yang cukup sering ditemukan di kalangan masyarakat NU. Ketika seseorang meninggal dunia, pada masyarakat NU akan dikenal adanya sebutan tahlilan. Tahlilan ini akan berlangsung selama 7 hari berturut-turut, kemudian di hari ke-40, di hari ke-100, di satu tahunnya, serta di hari ke-1000 orang yang meninggal dunia tersebut.

Dalam masyarakat Islam, terdapat tradisi berkaitan kematian yang berbeda- beda antara di suatu tempat dan tempat yang lain. Secara umum semua bentuk tradisi itu merupakan perwujudan akulturasi antara nilai keyakinan (agama) dan unsur lokal yang telah melembaga sebelumnya. Adakalanya unsur-unsur lokal disublimasi sehingga Nampak warna dan muatan keyakinan dengan wajah dan bentuk tradisi lokal.

Sejarah Tahlilan

Secara historis, keberadaan tahlilan adalah salah satu wujud keberhasilan islamisasi terhadap tradisi-tradisi masyarakat Indonesia pra-Islam. Sebelum Islam masuk ke Indonesia, telah ada kepercayaan/ keyakinan yang di anut oleh sebagian besar penduduk tanah air ini, diantaranya animisme dan dinamisme (Keyakinan ini, telah ada sebelum datangnya Hindu dan Budha). Salah satu hal yang mereka yakini dalam kepercayaan yang dianutnya adalah arwah orang yang meninggal dunia akan bergentanyangan di sekitar rumah selama 7 hari, kemudian meninggalkan rumah tersebut, setelah 40 hari arwah tersebut akan kembali lagi ke rumah, kemudian akan pergi, dan akan datang kembali lagi di hari ke-100, dan begitu seterusnya hingga di hari ke-1000. Akibat percayanya  masyarakat dengan hal tersebut, hal yang mereka lakukan untuk mengusir arwah tersebut (membuat tenang arwah orang yang meninggal dunia), mereka melakukannya dengan ritual pembacaan mantra-mantra.

Setelah Islam masuk ke Indonesia, kalimat tersebut di ganti dengan kalimat thoyyibah ( kalimat yang baik) yang biasa di sebut dengan tahlilan. Pada acara tahlilan akan ada kegiatan  membaca serangkaian surat-surat Al-Qur’an, ayat-ayat pilihan, dan kalimat-kalimat zikir pilihan (termasuk di dalamnya membaca la ilaha illallah) dengan meniatkan pahalanya untuk para arwah dan ditutup dengan do’a. (Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali, Penjelasan Gamblang seputar Hukum Yaasinan, Tahlilan dan Selamatan).

Tradisi tahlilan banyak mengalami perubahan, baik penambahan maupun pengurangan dari tiap generasinya, sehingga kita jumpai acara tahlilan di suatu daerah berbeda dengan prosesi tahlilan di tempat lain.

Mahalnya Tradisi yang Harus Dibayar
Pelaksanaan kenduri atau selamatan tahlilan sangat bervariasi. Setiap daerah memiliki perbedaan intensitas dan ekstensitasnya. Di daerah tertentu, orang-orang yang hadir di acara tahlilan itu merupakan undangan. Ini artinya, ahli waris yang berduka dapat mengukur kemampuannya secara finansial untuk menentukan jumlah undangan yang hadir.

Di daerah yang lain, tahlilan merupakan undangan umum. Jadi siapa saja yang merasa mempunyai hubungan atau relasi dengan keluarga almarhum dan mempunyai kesempatan dapat hadir. Akibatnya, ahli waris atau sahib al-musibah harus menyediakan jamuan dengan jumlah standar atau kurang lebih yang berlaku bagi tetangganya yang juga pernah tertimpah musibah yang sama, tidak mengukur kemampuan finansial ahli waris.

Dalam acara tahlilan, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menyuguhkan jamuan untuk para tetangga yang datang di tahlilan tersebut. Jamuan yang ada biasanya ada standar tersendiri mengikuti adat kebiasaan yang ada pada daerah tersebut. Jika jamuan yang disuguhkan tidak sesuai dengan standar yang berlaku, biasanya keluarga yang bersangkutan akan merasa malu karena tidak dapat menyajikan jamuan sesua dengan standar yang berlaku.

Standar dalam jamuan inilah yang menyebabkan tradisi tahlilan menjadi tradisi yang mahal. Untuk mengadakan jamuan yang sesuai dengan standar yang ada bukanlah hal yang murah, terlebih lagi dengan harga kebutuhan pokok yang dewasa ini kian hari kian melonjak naik.

Di salah satu desa, tradisi dalam tahlilan untuk hari pertama dan hari kedua, keluarga yang ditinggalkan harus menyuguhkan jamuan berupa dua jenis makanan dan satu buah-buahan. Makanan yang disajikan dapat berupa gorengan, roti, aneka kue atau yang lainnya. Makanan tersebut disajikan beserta dengan buah-buahan dan minuman seperti kopi, teh atau kopi susu.

Di hari ketiga, keluarga yang ditinggalkan harus menyediakan makanan berat untuk para tetangga yang hadir dalam tahlilan, makanan berat yang disajikan berupa nasi dengan lauk pelengkap lainnya seperti tempe, tahu, ayam, pindang atau yang lainnya.

Di hari keempat, kelima dan hari keenam, jamuan yang disuguhkan akan sama seperti jamuan yang disuguhkan pada hari kesatu dan kedua.

Hari ketujuh adalah hari puncak dalam jamuan yang diberikan, dimana pada hari ini biasanya keluarga yang ditinggalkan harus menyediakan jamuan berupa makanan mentah yang terdiri dari beras, kecap, minyak, mie instant, telor,biskuit, minuman rasa, serta tak lupa biasanya ada juga makanan seperti gorengan, buah buahan yang tersedia di piring untuk para tetangga yang datang di hari ketujuh tersebut. Pada hari ketujuh biasanya jamuan yang diberikan sudah rapih tersedia di dalam plastik, setiap jamuan yang diberikan pada hari ketujuh bernilai kisaran harga Rp 30.000 per plastik.

Standar dalam pemberian jamuan ini setiap daerah tentu memiliki standar yang berbeda. Ada juga daerah yang pada hari ketujuhnya hanya menyediakan makanan yang siap makan, dan pada hari ke satu sampai ke enam tidak ada jamuan untuk para tetangga yang datang dalam tahlilan.

Tradisi tahlilan yang disertai dengan pemberian jamuan inilah yang harus siap dibayar mahal oleh keluarga yang ditinggalkan. Jamuan yang diberikan kepada para tetangga yang hadir dalam tahlilan diniatkan sebagai tanda terimakasih karena mereka telah menyempatkan hadir dalam tahlilan tersebut, ikut serta dalam mendoakan almarhum. Namun dengan adanya standar dalam jamua dan cemoohan lingkungan ketika tidak dapat menyuguhkan jamuan sesuai dengan standar, menyebabkan tradisi tahlilan menjadi tradisi yang harus dibayar mahal oleh setiap keluarga yang ditinggalkan.

Bukankan tak selamanya orang memiliki kelebihan rezeki? Ketika orang yang meninggal berasal dari keluarga yang tak berpunya, untuk makanpun susah, haruskah mereka melakukan semua tradisi yang berlaku.

Mahalnya tradisi yang harus di bayar ini tidak hanya berlaku dari hari kesatu sampai hari ke tujuh. Tapi berlaku juga untuk hari ke-40, ke-100, ke satu tahun serta hari ke-1000. Ada standar dalam memperingati hari-hari tersebut. Standar yang ada acapkali harus dibayar mahal oleh keluarga yang ditinggalkan.

Berlaku Bijaksana dari Tadisi yang Berlaku

Terkadang berlakunya tradisi dalam suatu daerah adalah suatu kewajiban untuk dilaksanakan, padahal belum tentu tradisi yang ada tersebut memang ada dalil baik dalam Al-Quran maupun hadist untuk menunaikan hal tersebut.  Terkadang masyarakat merasakan malu yang luar biasa ketika hal yang dilakukan tidak sesuai dengan tradisi yang ada, sementara untuk hal-hal yang memang diwajibkan keharusannya baik dalam Al-Quran maupun hadist ketika dalam tradisi masyarakat tidak lumrah dengan hal tersebut tak ada rasa malu yang menyertainya.

Berlaku bijaksana dari tradisi yang berlaku adalah hal yang seyogyanya dapat dilakukan oleh masyarakat. Tidak memberikan sanksi sosial kepada mereka yang tidak bisa menunaikan tradisi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menunjukkan kebijaksanaan.

Harga yang mahal yang harus di bayar dalam tradisi tahlilan di suatu daerah, menyuguhkan jamuan dengan standar yang ada dalam setiap daerah kepada yang datang dalam tahlilan, bukankah tak semua orang mampu melakukannya?

Ketika tradisi menjadi suatu keharusan, maka disinilah tradisi akan menjadi suatu beban bagi masyarakat. Selama dalam Al-Quran dan hadist tidak ada dalil untuk keharusan berjalannya hal tersebut, masyarakat seyogyanya bisa berbuat bijaksana. Bukankah Islam adalah agama yang tidak membebani ummatnya? Disinilah sesama muslim seyogyanya mampu berbuat bijaksana kepada muslim lainnya.
(ditulis oleh : MA)
Referensi :
1.      Muhammad Ali, Abu Ibrahim. 1427 H. Penjelasan Gamblang seputar Hukum Yaasinan, Tahlilan dan Selamatan. Putaka Al-Ummat.
2.      Khazin, A. Mufti. 2013. Persepsi Masyarakat Tentang Jamuan Tahlilan di Desa Rombiya Barat Ganding Sumenep.


Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda
Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top