Loading...

Benda Langit Punya Orbit dan Ilmu Falak

Benda Langit Punya Orbit dan Ilmu Falak
Fenomena astronomi banyak terulas dalam al-Qur’an, ini merupakan bukti bahwa al-Qur’an menganjurkan kepada manusia untuk merenungi fenomena alam. Al-Qur’an dalam konstruksinya selain berisi tentang hidayah, akidah, ibadah dan sejarah, juga berisi dan bernuansa ilmu pengetahuan , meski al-Qur’an tidak disebut sebagai kitab ilmu pengetahuan. Cukup banyak temuan-temuan terkini yang terdeteksi melalui al-Qur’an. Sejatinya pula al-Qur’an tidak menghambat laju kemajuan ilmu pengetahuan, namun penemuan dan penelitian ilmiah yang bersifat relatif tidak harus dilegalisir oleh al-Qur’an karena al-Qur’an bukan buku ilmu pengetahFenomena astronomi (falak) banyak tertera dalam al-Qur’an yang pada kenyataannya sangat terkait dengan aktifitas manusia. Sumbangsih terbesar ilmu falak dalam Islam adalah peranannya dalam penentuan waktu-waktu ibadah.
Pengertian Ilmu Falak
Secara sederhana ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tentang tata lintas pergerakan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan dan matahari dalam garis edarnya masing-masing untuk dipelajari fenomenanya dalam rangka kepentingan manusia. Khusus dalam Islam, ilmu ini berguna untuk menentukan waktu-waktu ibadah.
Ilmu falak merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sudah tua, sebab ilmu ini ada sejak jagat raya ini terbentuk. Kata ‘falak’ atau ‘aflâk’ dalam bahasa Arab bermakna orbit atau edar benda-benda angkasa. Ibnu Khaldun (w. 808 H) menyebut ilmu ini dengan “hai’ah” yaitu ilmu yang menjelaskan tentang pergerakan bintang-bintang (planet-planet) yang diam maupun yang bergerak, serta menjelaskan tentang gumpalan-gumpalan awan yang bertaburan.
Sejarah Ilmu Falak
Dalam peradaban Islam, ilmu falak pada mulanya tidak lebih hanya sebagai kegiatan pengamatan alam untuk kepentingan pertanian, perdagangan, penentuan ritual keagamaan, dan kepentingan lainnya. Namun tak jarang pula digunakan untuk kegiatan peramalan (nujûm, astrologi). Orang-orang dahulu percaya bahwa alam ini berada di bawah kekuasaan tersembunyi dari benda-benda angkasa di cakrawala (matahari, bulan, planet-planet dan benda angkasa lainnya). Mereka percaya bahwa kehidupan dan ketenangan hidup manusia berada di bawah kendali peredaran benda-benda angkasa tersebut. Pemahaman ini didapat secara turun-temurun dari peradaban (bangsa-bangsa) kuno sebelumnya. Bangsa Arab primitif (jâhilî) misalnya sangat gemar mengamati dan mempelajari perbintangan (nujûm). Mereka memberi perhatian penuh pada gerakan angkasa terutama bintang-bintang, hingga mereka berani meramal kejadian-kejadian di masa datang tentang keberuntungan dan kesialan seseorang atau sekelompok orang, bahkan nasib seorang raja dan negara yang di dasarkan pada peredaran benda-benda langit tersebut. Datangnya Rasulullah Saw bersama dengan turunnya al-Qur’an memberi cara pandang baru dalam kehidupan masyarakat ketika itu. Allah Swt dan Rasul-Nya menjelaskan bahwa bahagia dan celaka mutlak dalam kekuasaan Allah Swt.

Dalam perkembangan berikutnya, Islam banyak melahirkan sarjana-sarjana astronomi yang berpengaruh di dunia, antara lain Al-Buzjani (w. 388 H), Ibnu Yunus (w. 399 H), Ibn al-Haitsam (w. 430 H), Al-Biruni (w. 440 H), Abu Ali al-Hasan al-Marrakusyi (w. ± 680 H), Ibn al-Majdi (w. 850 H), dan tokoh-tokoh lainnya. Adalah Dinasti Abbasiah, tepatnya masa pemerintahan Jakfar al-Mansur, yang berjasa meletakkan ilmu falak pada posisi istimewa setelah ilmu tauhid, fikih, dan kedokteran. Ketika itu ilmu falak tidak hanya dipelajari dan dipandang dalam perspektif keperluan praktis ibadah saja, namun lebih dikembangkan sebagai pondasi dasar terhadap perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu pelayaran, pertanian, kemiliteran, dan lain-lain. Tidak tanggung-tanggung, khalifah Al-Mansur membelanjakan dana negara yang besar dalam rangka mengembangkan kajian ilmu falak. Tak pelak, Ilmu falak berkembang dan mencapai kecemerlangannya pada peradaban Islam.



Syarifudin

Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda
Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top