Loading...

Bayi Tabung, Halal, atau Haram?


Perkembangan teknologi dan kecanggihan zaman saat ini telah membuat sesuatu yang dulunya mustahil menjadi mungkin untuk dilakukan. Namun, tak jarang kemajuan ilmu dan teknologi justru membawa banyak dampak negatif bagi kehidupan manusia saat ini. Karena terkadang perkembangan tersebut tidak memperhitungkan kode etik apalagi jika dikaitkan dengan aturan-aturan islam. Salah satu hal yang sampai saat ini masih menjadi bahan pembicaraan dikalangan ulama adalah proses bayi tabung. Apa itu sebenarnya bayi tabung? Bagaimana islam memandang bayi tabung sebagai solusi untuk memiliki keturunan bagi pasangan yang telah divonis mandul? Sebelum membahasnya lebih jauh, mari kita telusuri bagaimana sebenarnya proses terbentuknya manusia selama lebih dari sembilan bulan dalam rahim sorang ibu.

Dari sperma, dan telur menjadi janin
            Individu baru—manusia—tercipta dari pertemuan antara sel sperma dan sel ovum (telur), yang disebut dengan pembuahan (fertilisasi). Pada manusia, pertemuan ini terjadi dalam saluran perempuan yang berada didekat rahim, yang disebut dengan oviduk. Dari jutaan sperma yang masuk, semuanya akan bersaing, hingga akhirnya hanya ada satu sel sperma saja yang paling baik kualitasnya, yang dapat menembus dan membuahi satu sel telur, membentuk satu sel yang disebut zigot. Zigot tersebut akan membelah, dan berkembang menjadi gumpalan sel, yang kemudian akan tertanam dalam rahim. Didalam rahim, zigot akan terus melakukan pembelahan dan berkembang menjadi embrio. Proses tersebut terus berlangsung selama lebih dari sembilan bulan, yang disertai dengan penyempurnaan perkembangan organ-organ tubuh, hingga akhirnya terbentuklah seorang individu utuh—janin utuh—yang  siap dilahirkan (Campbell, dkk, 2004). Allah telah menggambarkan peristiwa yang sangat luar biasa ini dalam firmannya Q.S Al-Mu’minun 12-14, jauh sebelum peristiwa ini terungkap dalam dunia sains.
dan sesunggunya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka, maha suci Allah, pencipta yang paling baik” (Al-Mu’minun 12-14).




Sebab-sebab kemandulan
            Infertilitas pada manusia (mandul) merupakan suatu kejadian ketika pasangan suami istri tidak dapat memperoleh keturunan. Hal ini bisa disebabkan dari faktor laki-laki (sang suami) atau perempuan (sang istri). Kemandulan suami bisa disebabkan oleh jumlah sperma persatuan volume yang rendah, dan kecepatan sperma menuju ovum/ sel telur yang sangat lambat. Ovum dapat dibuahi 12 jam setelah ovulasi (pengeluaran sel telur), sedangkan sperma hanya dapat bertahan hidup selama 4 hari, oleh karena itu, sperma harus dapat mencapai ovum sebelum sperma atau ovum tersebut mati. Kemandulan istri bisa terjadi karena sang istri sudah tidak lagi menghasilkan sel telur (menopouse), dinding rahim yang tidak normal, sehingga menyebabkan sperma sulit menemui ovum (telur), kondisi keasaman vagina yang tidak normal, rahim yang terlalu lemah untuk menampung janin yang menyebabkan keguguran.
Al-qur’an sendiri telah mengisahkan adanya orang-orang mandul, meskipun lebih pada kisah keajaiban orang-orang mandul. Misalnya Nabi Ibrahim yang pada akhinya dikaruniai seorang anak—Ishak—dari istrinya yang telah tua dan mandul, dan Nabi Zakaria, yang juga pada akhirnya dikaruniai anak padahal Beliau sudah sangat tua, dan istrinya merupakan seorang yang mandul (Lajnah Pentashihan mushaf Al-qur’an, 2012).

Bayi tabung, salah satu teknologi mengatasi kemandulan
            Bayi tabung merupakan salah satu teknologi yang mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar tubuh manusia (dalam suatu cawan petri berbetuk tabung tipis). Setelah proses pembuahan terjadi, dan sel telah cukup stabil, maka sel telur tadi ditanamkan lagi kedalam rahim. Rahim yang digunakan bisa saja merupakan rahim sang istri, atau rahim perempuan lain. Jika kasus yang terjadi adalah sang suami tidak mampu menghasilkan sperma, maka proses bayi tabung ini dilakukan dengan mengambil sel sperma yang berasal dari laki-laki lain (bukan sang suami). Jika kasus yang terjadi adalah sang istri tidak mampu menghasilkan sel telur, maka sel telur diambil dari perempuan lain, yang selanjutnya akan dibuahi oleh sperma sang suami. Sedangkan jika yang terjadi adalah baik sang suami maupun sang istri mampu menghasilkan sel sperma atau sel ovum, tetapi rahim sang istri tidak mampu menampung janin, maka proses bayi tabung dilakukan dengan mempertemukan sel sperma dari sang suami dengan sel telur dari sang istri didalam sebuah tabung, yang selanjutnya akan ditanamkan dalam rahim perempuan lain—bukan sang istri (Lajnah Pentashihan mushaf Al-qur’an, 2012).



Bagaimana islam memandang bayi tabung?
            Bayi tabung telah menjadi bahan diskusi bagi beberapa ulama selama beberapa tahun ini. Sebagian membolehkannya, sebagian melarangnya, sebagian yang lain mengatakan bahwa kita tidak bisa membolehkan atau melarang proses bayi tabung. Adapun beberapa menyimpulkan bahwa kelima metode bayi tabung dibawah ini tidak dibolehkan, yaitu:
i.   Ketika pembuahan dilakukan dengan menggunakan sel sperma yang diambil dari suami, dan sel telur diambil dari perempuan yang bukan istrinya, lalu ditanamkan di rahim istri;
ii.  Ketika pembuahan dilakukan dengan menggunakan sel sperma yang diambil dari laki-laki yang bukan suami, dan sel telur diambil dari istri, lalu ditanamkan di rahim istri;
iii. Ketika pembuahan berlangsung secaraa ekternal, dengan sel sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, namun ditanamkan di rahim perempuan lain yang bukan istrinya;
iv. ketika pembuahan berlangsung secara eksternal, dengan sel sperma dan ovum yang bukan berasal dari sang istri atau sang suami, namun ditanamkan di rahim istri.
Sedangkan kedua metode dibawah ini dibolehkan, yaitu
i.   Ketika sel sperma diambil berasal dari suami, sel telur berasal dari istri, pembuahan dilakukan diluar sel (in vitro/ tabung), lalu embrio ditanamkan didalam rahim istri;
ii. Ketika sel sperma yang berasal dari suami diinjeksikan kedalam rahim istri, sehingga pembuahan terjadi secara internal—dalam tubuh (Ali, 2004).

Daftar Pustaka
Ali, A. 2004. The Conditional Permissibility of In Vitrio Fertilisation Under Islamic Jurisprudence. Australia: Al-Ghazzali Centre. Hlm. 9-10.
Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, L. G. 2004. Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Hlm. 187-200.
Lajnah Pentashihan mushaf Al-qur’an. 2012. Seksualitas Dalam perspetktif Al-qiur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan mushaf Al-qur’an. Hlm. 80-86




Created by: Nanda Seftyana,
Catatan: Tulisan ini pernah dikumpulkan dalam tugas pembuatan Essay kelas Agama, dan Etika Islam, ITB, saat saya semester 3, tahun 2015,

Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda
Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top