Loading...

Jejaring Sosial

Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilaivisiide, temanketurunan, dll (Wikipedia).

Munculnya jejaring sosial di dunia maya memang sangat mencengangkan bagi saya. Dahulu ketika pertama kali saya mengenal internet, lengkap dengan kemunculan warung internet atau yang biasa kita sebut ‘warnet’ tentunya, saya terkagum-kagum pada jejaring sosial berupa Email. Saya tidak pernah membayangkan bahwa akan ada jasa penghantaran surat maupun berkas2 berbentuk elektronik, yang tentu saja akan lebih memudahkan para penggunanya dalam menjalin komunikasi. Sebab meskipun jasa pengiriman surat melalui pos ketika itu sudah ada, tetap saja jasa ini tidak mampu menjangkau desa saya yang terpencil. Jangankan jasa pos, jasa warung telepon saja bagi kami ketika itu masih terhitung langka. Sehingga dengan demikian, adanya email membuat saya kalap dan merasakan euforia akan nikmatnya berkomunikasi jarak jauh.

Tidak lama berselang, ketika saya mulai menapaki bangku pendidikan di SMA, terperangahlah saya bahwa ada media sosial baru bernama Friendster. Meski tidak bisa menuliskan kalimat panjang layaknya email, saya begitu menyenangi satu media sosial ini. Tidak hanya kecanggihannya dalam mengolah komunikasi berbentuk teks dan gambar, ternyata Friendster juga bisa membuat saya tahu kapan kontak-kontak saya online atau tidak, meskipun ketika itu tentu saja kontak Friendster yang saya miliki masih sedikit. Namun dasar norak-nya saya, saya membanggakan media sosial ini dan seringkali menghabiskan waktu hanya untuk membangun obrolan dengan teman-teman saya, yang tentu saja sebagian besar dari obrolan tersebut tidak penting.

Tidak sampai setahun saya mengenal Friendster, munculah Facebook, yang luar biasa eksistensinya dan ternyata masih dominan saya gunakan sampai saat ini. Facebook memang media sosial yang paling banyak digemari, sebab segala fitur yang ditawarkan kepada pengguna mayoritas mudah digunakan dan nyaman secara visual, sehingga itu mampu membuatnya bertahan dan dipertahankan para penggunanya. Setelah Facebook, tentu saja masih banyak media sosial lain yang ikut merambah eksistensi dunia maya, sebut saja Twitter, Ask.fm, Instagram, Tumblr dan semacamnya, yang semakin berhasil menarik perhatian banyak orang.

Hanya saja seringnya suatu eksistensi baru dari suatu faktor bisa memberikan banyak impact terhadap faktor-faktor lain. Facebook misalnya, yang berhasil memunculkan istilah ‘viral message(s)’ karena berhasil membuat satu postingan di satu pengguna menyebar secara luas ke seluruh bentangan dunia. Banyak orang mampu menerima pesan tersebut, banyak orang membacanya kemudian tanpa disadari membuat persepsi terhadap pesan tersebut yang terlanjur sampai kepadanya.

Bagaimana tidak, sebab perpindahan komunikasi melalui internet begitu cepat terjadi, dan harus diingat pula bahwa persepsi manusia muncul dari apa yang sampai pada panca inderanya, baik mata, hidung, telinga, bahkan indera peraba. Sehingga tak disangkal lagi jika Facebook menjadi satu media ‘social driver’ yang gamblang menyatakan opini untuk memberikan efek persuasif terhadap orang lain maupun sekelompok orang secara umum. Sebut saja kasus ‘Elianto Wijitanto dengan kelompok pengendara Moge’ yang baru2 ini terjadi, dimana Facebook menjadi salah satu media persebaran informasinya, sehingga menyebabkan reaksi dari masyarakat untuk kemudian muncul kelompok pro dan kontra terhadap kasus tersebut. Atau sebut saja kasus kerusuhan ’Cicak vs Buaya’ yang dulu sempat booming melalui Facebook, yang tentu saja lagi2 menuai reaksi pro dan kontra dari masyarakat secara luas.

Sehingga dengan kata lain, memang tidak dapat disangkal bahwa eksistensi Facebook seolah ingin menunjukkan pada dunia bahwa jejaring sosial mampu membentuk opini bahkan menjadi salah satu media perpolitikan yang terjadi dewasa ini. Tinggal masyarakat memilih untuk mengikuti kelompok arus yang mana atau justru berlayar sendiri dengan menggiring opini-opini baru pada kelompok arus yang baru.

Sumber

Masih terkait jejaring sosial. Saya terkadang merasa miris ketika mendapati banyak orang tidak mampu menggunakan jejaring sosial ini secara bijak, termasuk diri saya sendiri. Adakalanya memang begitu asik mengeluh dan mencerca orang lain atau sekelompok orang melalui Facebook, misalnya, untuk sekadar menuai like dan komentar dari orang lain. Asik sekali rasanya mencurahkan segalanya melalui media ini, tinggal ketik, attach photo(s) atau insert emoticon jika perlu, lalu klik tombol share dan semua orang akan begitu update terhadap kondisi terakhir kita. Tak lupa, sebagai penambah kepuasan, ditambahkanlah hashtag2 seperti #DaAkuMahApaAtuh atau #SakitnyaTuhDiSini atau #Latestpost dan semacamnya untuk membuat ekspresi curahan hati lebih berwarna. Di sisi lain, ada juga yang memang kesenangannya adalah menunjukkan kelebihannya dari orang lain. Update foto pasangan yang baru saja menikah, misalnya, atau update foto rekreasi bersama keluarga maupun sahabat2, atau foto2 adik bayi dan lain semacamnya. Lupa kalau ada aturan khusus “Ruang publik ya untuk publik, urusan pribadi ya disimpan saja sendiri!’. Yah, namanya juga jejaring sosial, Bung, untuk apa lagi jika bukan digunakan untuk ‘bersosial’?

Menimbang banyak hal, harusnya seorang pengguna jejaring sosial mampu menggunakan segala kemudahan yang didapatkannya secara bijak. Tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi harus pula memperhitungkan reaksi atau opini yang akan terbentuk dari masyarakat secara umum begitu sebuah pesan dibagikan di persebaran jejaring sosial tersebut. Belajar untuk menahan diri ketika sekiranya hal yang akan disampaikan akan lebih banyak menuai kerugian, lalu permudah diri ketika memang keuntungan yang akan dituai justru lebih besar dibanding kerugiannya. Mari hargai privasi, mari hargai opini!

Asih Purnamasari


Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda
Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top