Loading...

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI PERLUKAH?



1.     Menyingkap tabir budaya korupsi

Indonesia; negara kepulauan yang indah dan mempesona. Diapit di antara benua Asia dan Australia yang terhampar luas membentuk busur katulistiwa. Terdiri dari berbagai daerah, suku, etnik, budaya, dan juga bahasa yang  menambahkan daya eksotis tanah perjuangan ini. Pertanian yang tumbuh subur, perternakan yang semakin beranak pinak, pertambangan sumber daya air dan mineral yang melimpah, bahkan  kekayaan sumber daya laut yang tak ternilai menjadikan satu kebanggan bagi Indonesia. Tapi dibalik semua kebanggaan itu terselip pula hasrat kekecewaan rakyat terhadap negeri ini. Mereka kecewa dengan ekonomi Indonesia yang semakin elit dan semakin memberatkan bagi mereka rakyat alit . Coba kita resapi dengan seksama. Harga sembako semakin meloncat, harga susu semakin menggantung bahkan harga kacang  semakin terjepit. Semakin lama semakin mahal. Apa yang terjadi dengan bangsa kita ini?. Telah bosan  dengan masalah ekonomi, masalah sosial pun sama pula. Kriminalitas semakin sering kita temui. Di Jalanan, Perkantoran, Stasiun, bahkan sampai di lingkungan keluarga. Mereka yang mencuri karena tidak bekerja, membunuh karena uang kantor yang hilang tak jelas, atau bahkan  membunuh karena tertangkap basah  korupsi. Dilema kita menjadi bangsa Indonesia.

Korupsi; satu kata diksi yang penuh kontropersial. Penuh proaktif dan kontradiktif. Ya, pro bagi mereka yang korup, kontra bagi kita sebagai Wong Cilik.  Tindakan negatif penyalahgunaan kekuasaan ini bak  rantai budaya yang turun temurun saling berkait seiring berjalannya waktu. Coba saja Anda simak, setiap tahun berita mengenai maraknya tindak korusi tidak henti-hentinya mewarnai negeri kita tercinta ini. Mulai dari tahta sekelas “kadal” sampai tahta sekelas “buaya” sekali pun saling  beradu taktik untuk mendapatkannya. Entah apa yang mereka inginkan dengan melakukan tindakan  ini; keuntungankah? Kekayaan?, atau eksistensikah yang mereka cari?  Yah, mungkin bisa dijawab dengan hati mereka masing-masing.
Sempat tersirat pula beberapa pertanyaan di dalam  hati Penulis. Bisakah bangsa ini terbebas dari korupsi? Kapan bangsa ini bisa terbebas dari korupsi? Bisakah  tindak korupsi itu dihilangkan? Dan  di dalam carut marutnya korupsi di negeri ini masih  bisakah kita bertahan? Pasti banyak di antara para pembaca sekalian yang menjawab “bisa”. Tapi bagaimana caranya? Rasanya jawaban bisa hanya sekedar  isapan jempol belaka jika tanpa dibarengi pembuktian yang nyata.

Ada beberapa artikel yang mengatakan bahwa penomena  korupsi  ini meman g  sudah mengakar dalam diri dan benak tiap-tiap rakyat  Indonesia. Bahkan korupsi sudah dianggap sebagai budaya sebagaimana yang telah dikanyatakan oleh Okkie Fauzi Rachman salah satu pemenang dalam kompetisi essay anti korupsi pementasan Ladang Perminus  dalam buku berjudul “Martabat Seharga RP. 5000” (Jakarta:2009). Benarkah korupsi itu budaya? Coba kita liat sekeliling kita. Wakil rakyat, pejabat, PNS, pelajar, bahkan  tukang beras sekalipun ikut-ikutan merasakan  bagaimana indahnya korupsi. Ya, kita melakukannya dengan tidak sadar. Sebagai tukang beras; kita tidak sadar bahwa tindakan mengurangi timbangan itu salah satu tindak korupsi, sebagai pelajar; kita tidak sadar  bahwa  tindakan mencontek  itu adalah salah satu tindak korupsi, dan bahkan sebagai PNS juga kita tidak sadar bahwa telat datang ke kantor itu adalah salah saru tindak korupsi. Korupsi bagaimana? Yap, korupsi waktu,Bung. Salah satu  tindak korupsi yang tidak kita sadari. Ternyata korupsi merupakan hal yang wajar karena dilakukan bukan hanya oleh sebagian saja, tapi oleh semua pihak yang ada, hanya saja berbeda materil saja. Kalau begitu korupsi diperbolehkan, dong?. Eits, tunggu dulu. Kalau korupsi diperbolehkan bagaimana nasib bangsa ini kedepannya? Mungkin semua orang menjadi tak jujur, bangunan banyak yang roboh karena kelicikan mandor yang memilih semen yang murah agar ada keuntungan yang bisa ia raut, dan sekolah akan meluluskan para murid-muridnya walau mereka memiliki nilai yang jelek. Sungguh sangat malang negeri ini jika semua itu terjadi. Lantas bagaimana cara menghindari hal yang demikian? Hal yang terpikir dalam  pikiran Penulis adalah pendidikan anti korupsi.  Ya, pendidikan di Indonesia setidaknya bisa menjadi salah satu cara jitu mencegah hal ini terjadi. Ingatkah Anda dengan kata-kata bijak “Lebih Baik Mencegah Dari Pada Mengobati” ? kata-kata bijak yang sering Penulis temukan di dinding-dinding Puskesmas dan Sekolahan. Mungkin suatu kata bijak yang sederhana, tapi tidak ada salahnya kalau kita menganalogikannya pada tindak korupsi. “Lebih Baik Mencegah Korupsi Dari Pada Dibui Polisi” .

Perlu kita ketahui bahwa pendidikan bukan hanya suatu cara bagaimana guru  mengajari muridnya, bukanlah tempat di mana para siswa sibuk tugas dan PR nya, dan yang paling penting; pendidikan bukanlah cara sadis untuk membuat semua orang berubah. Menurut Prof. Herman H. Horn  , beliau menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia.

2.     Hubungan pendidikan dengan korupsi
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan hanya cara bagaimana membuat anak menjadi pintar saja, tapi membuat kita mengerti apa yang termasuk hal positif dan yang mana yang termasuk hal negativ dengan dampaknya yang akan terjadi. Pendidikan sangatlah beragam , salah satunya adalah pendidikan anti korupsi. Dengan pendidikan anti korupsi  setidaknya  kita tahu bahwa korupsi merupakan hal negativ, terlebih lagi jika kita tahu  dampak negativnya dan bagaimana cara mencegah korupsi itu sendiri. Lalu bagaimana  menerapkan pendidikan anti korupsi? Hal pertama yang harus didahulukan demi menerapkan pendidikan anti korupsi ini adalah melarang keras tindak perilaku korupsi yang ada. Bagaimana caranya ? ya dengan membeikan sanksi yang  berat pada setiap orang yang menjadi pelaku. Yang perlu diperhatikan adalah ketegasan dan sikap transparasi para pemegang palu alias para penegak hukum karena tak jarang kita kecewa manakala ada hukum yang menyimpang. Mungkin Anda pernah mendengar ada koruptor dihukum dengan penjara berpasilitas tinggi, tapi di sisi lain pencuri ayam dihukum dengan hukuman mati. Dipukul masa atau bahkan mungkin ditembak polisi. Kendati demikian Penulis merasa bangga dengan tindakan pemerintah untuk menyikapi kasus ini. Pemerintah  mendirikan lembaga-lembaga anti korupsi, salah satu contohnya dengan mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan UU No. 20 tahun 2002. Pendirian KPK ini setidaknya  menjadi pendorong dalam mendirikan pendidikan anti korupsi yang mana dapat  membantu pemerintah dalam membasmi tindakan korupsi.

Kemudian yang kedua adalah dengan menanamkan sikap atau budaya anti korupsi pada generasi muda yang ada. Ingat; “Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati”. Seperti inilah penerapannya pada pendidikan anti korupsi. Dengan begitu para generasi muda yang merupakan bibit-bibit bangsa tahu dan memahami betapa buruknya dampak korupsi. Dan yang terakhir dari pendidikan anti korupsi adalah bagaimana kita bisa menjadi contoh  yang baik yang  kontra terhadap korupsi pada generasi muda khususnya para remaja dan anak-anak yang nantinya menjadi penerus bangsa. Yang terakhir inilah yang menjadi permasalahan besar dan menjadi pertanyaan. Coba kita tela’ah. Alih-alih menjadi contoh yang baik, kebanyakan dari generasi tua (pejabat/wakil rakyat) itu sendiri yang malah memberi contoh yang kurang terpuji.  Penulis sangat tidak setuju apabila ada aparatur negara atau lembaga pembuat peraturan  malah  melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri. Contoh kongkritnya; KPK melarang korupsi, di lain waktu oknum KPK yang malah melakukan korupsi. Sungguh perbuatan yang sangat hina.

Jadi seharusnya dengan maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia pemerintah Indonesia bisa lebih tanggap dan tegas mendirikan pendidikan anti korupsi. Lembaga korupsi jangan dijadikan sebagai formalitas belaka justru jadikanlah lembaga anti korupsi sebagai penggerak pemberantasan korupsi. Yang paling penting adalah pendidikan anti korupsi yang baik adalah pendidik yang tidak korupsi, jadi jangan coba-coba menyerukan “Anti korupsi” jika kita sendiri malah korupsi. Terimakasih. ( Salam Generasi Muda Anti Korupsi )..!!! (Rohimat, 2013)

DAFTAR PUSTAKA
Rachman, Fauzi. 2009.Martabat Seharga RP. 5000.Ladang Perminus, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi (tanggal akses: 08-10-2013)

(tanggal akses: 08-10-2013)

Click here for comments 0 komentar:

Terima kasih atas komentar Anda
Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top